Rabu, 20 Januari 2016

Cara Sederhana Menganalisa Usaha Penggemukan Ternak Sapi Simmental dan Limousine





Jenis Ras dan bentuk tubuh.
Sudah lazim diketahui secara umum bahwa semua jenis ras ternak sapi mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Tentang hal ini sudah banyak diulas di pelbagai literatur tentang sapi potong. Hanya kita sebagai Praktisi peternakan seyogyanya perlu memperhatikan nilai-nilai praktis dan ekonomis dari jenis ras tersebut baik dari sisi kekuatan finansial peternak, peruntukannya dan timing tepat penjualannya.

Seperti kita ketahui, untuk ADG (penambahan Berat harian) bolehlah diakui memang sapi jenis limosin dan simmental F1 telah menjadi primadona yang mana ADGnya mampu mencapai 1,3-2kg/ harinya. Disusul di belakangnya silangan SIMPO dan LIMPO dengan ADG 1-1,7kg/hari. Berlanjut kemudian PO murni, Bali dan seterusnya yang lebih rendah penambahan berat hariannya dan struktur tubuhnya.

Namun poin terpenting untuk tidak kita lupakan dari semua itu tentunya adalah Fisiologi dan kriteria performance sapi itu sendiri. Tampilan fisik yang ideal mencakup body frame, power depan dan belakang sapi akan mempengaruhi ADG, kemudahan pemeliharaan,dan harga purna jualnya.

Umur dan berat badan.
Usia sapi yang ideal untuk digemukkan adalah mulai 1,5 sampai dengan 2,5 tahun. di sini kondisi sapi sudah mulai maksimal pertumbuhan tulangnya dan tinggal mengejar penambahan massa otot (daging) yang secara praktis dapat dilihat dari gigi yang sudah berganti besar 2 dan 4 buah. Sapi yang sudah berganti 6 gigi besarnya (3 tahun ke atas) juga cukup bagus. Hanya di usia ini sudah muncul gejala fatt (perlemakan) yang tentunya akan berpengaruh dengan nilai jual dari pelaku pemotongan ternak.

Sapi apabila masih di bawah usia ideal penggemukan biasanya lebih lambat proses gemuknya dikarenakan selain bersamaan pertumbuhan tulang dan daging juga sangat rentan resiko penyusutan serta labil proses penambahan berat disebabkan adaptasi tempat yang baru, pergantian pola pakan dan teknis perawatan serta penyakit. Tentang variabel berat tubuh, pastinya akan kita lihat dulu dari jenis ras apa sapi yang akan kita pelihara.

Sapi jenis limousin dan simmental maupun silangannya dengan PO kala umur 1,5 tahun sudah berbobot rata-rata 350-400 kg, sedang sapi PO murni hanya kisaran 185-275 kg. Nah, dari sini nantinya kita akan mulai berhitung tentang teknis penilaian ideal untuk mengukur sistem pemeliharaan dan transaksi jual beli.

Masa pemeliharaan.
Sesuai pengalaman kami yang baru sedikit ini, kami menyarankan pada mitra peternak kami bahwa sapi yang akan digemukkan agar memakai mekanisme : apabila masa panen jangka pendek (k.l 100 hari) pilihlah jenis limousin, simmental dan silangannya (F1 maupun F2) dengan berat mulai 390-500 kg. Jika proporsional pemeliharaannya, sapi tersebut akan mampu bertambah minimal 100kg saat panennya. Namun kalau yang diinginkan masa panen jangka menegah dan panjang ( k.l 250 hari hingga lebih dari 1 tahun) disarankan agar memilih jenis F1 simmental dan limousin yang murni genetiknya dengan berat di bawah 350 kg.

Perhitungan harga.
Sapi untuk pemeliharaan jangka menengah (k.l 250 hari) dengan berat di bawah 300 kg rata-rata masih belum dapat mencapai rendemen karkas lebih dari 49%. Sehingga apabila ingin dijual, pembeli barunya biasanya masih akan meneruskan penggemukannya lagi.Jika kita analisa, sapi F1 umur 5-8 bulan harga pasaran rata-rata per Januari 2016 adalah 13 - 16 juta dengan bobot 250-325 kg. Kita ambil tengah-tengahnya saja lalu kita konversikan dengan harga timbang hidup jatuhnya sekitar Rp.48.000;/kg timbang di pasar.

Harga tersebut adalah untuk kriteria jenis BAKALAN. Jadi di spek ini kita sudah mulai dapat mengukur standar perhitungan baik umur sapinya, prosentase rendemen karkasnya (berat daging tulang), capaian bobot maksimal, sampai dengan masa panennya. Beda halnya dengan berat 300 kg ke bawah; karena itu masih tergolong jenis BIBIT.Jadi sistem transaksinya mirip seperti di bursa pelelangan yang harganya ditentukan berdasarkan kerelaan penjual dengan kepuasan dan jatuh hati sang pembeli.

Maka disitulah kita baru dapatkan harga umum dan rata-rata kepantasan transaksi di pasar ataupun di peternak yag ketemunya ternyata di harga Rp.45.000.Kita tentu belum dapat mengukur standarisasi, berapa nanti capaian berat maksimal dan waktu panennya apalagi berapa rendemen karkasnya.

Lain daripada itu, sistem pasar peternakan kita malah sudah tidak ada lagi sertifikasi /surat keterangan bibit saat sapi dijual yang berbeda saat zaman orde baru dulu, ironi memang.sehingga kita pasti akan kesulitan mencari blood link sapi, alamat peternak apalagi cara perawatan dan ransumnya.Kecuali kalau sapi tersebut kita beli langsung di breeder.

Sedikit analogi: apakah anda mampu menaksir berapa ton padi dalam 1hektar yang akan anda panen saat umur benih baru ditancapkan 15 hari atau sebulan sekalipun? bagaimana dengan resiko hama, kelangkaan pupuk dan pengairannya? apakah anda bisa pastikan akan menuai panennya? ini analogy untuk BIBIT.
Nah sekarang, kesulitankah anda memprediksi, berapa ton gabah yang akan anda dapatkan saat padi anda telah berbulir siap menguning? ini kiasan untuk BAKALAN, kalaupun panen anda akhirnya kurang maksimal masihlah kita dapatkan gabah meski rendah mutu dan tidak banyak jumlahnya.

Misal untuk bibit yang beratnya dibawah 300 kg kalau selama dipelihara sapi tadi mencapai bobot 600 kg maka akan diperoleh pendapatan sbb; 600 kg X Rp.46.000/kg (harga siap potong) : Rp. 27.600.000; – Rp. 14.400.000( harga bakalan) = Rp.13.200.000 selama kurang lebih.250 hari.  Ini adalah nilai perolehan setelah dikurangi modal pembelian bakalan. Tinggal anda kurangi biaya pakan dan tenaga kerja maka akan didapatkan hasil akhir untung ataukah rugi hasil pemeliharaan anda. Misal Biaya pakan perhari Rp 20.000 maka total biaya pakan adalah Rp 20.000 x 250 hari = Rp 5.000.000,-

Jadi perolehan dikurangi pakan, Rp 13.200.000 - Rp 5.000.000 = Rp 8.200.000, ini adalah angka keuntungan sebelum dikurangi biaya tenaga kerja.

Untuk biaya tenaga kerja harus diperhitungkan dengan jumlah atau banyaknya sapi yang dipelihara, makin banyak sapi yang dipelihara tentunya biaya tenaga kerja untuk per ekor sapinya akan lebih murah, kenapa? Karena pemeliharaan 5 ekor sapi cukup satu pekerja, 10 ekor sapi juga masih cukup 1 pekerja jadi makin banyak sapinya makin efisien dalam hal biaya tenaga kerja. Kita bisa standarkan perbandingan antara tenaga kerja dengan jumlah sapi misal 20 : 1 (20 ekor sapi untuk 1 pekerja) maka jika kita memiliki 200 ekor sapi kita cukup mempekerjakan 10 tenaga kerja. Bisa juga anda tentukan perbandingan lain lagi, silahkan dicoba saja yang penting kemampuan pekerja harus bisa terukur jangan sampai tenaga kerja terlalu diperas karena hasilnya juga tidak akan maksimal.








sumber:
www.agrobisnisinfo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar